Pokok Permasalahan
Indonesia merupakan negara yang besar dan kaya. Memiliki
keanekaragaman Suku, Ras, Etnis, dan Agama yang tersebar luas di seluruh
penjuru Indonesia, dengan luas daratannya mencapai 1,905 juta km², dan jumlah
pulau yang sangat banyak yaitu 17.504 pulau. Mulai dari pulau kecil hingga
pulau besar, dari Sabang sampai Merauke.
Dengan semua kekayaan yang dimiliki Indonesia tersebut. Hal yang
mustahil jika tidak ada terjadi permasalahan, terutama dalam hal Agama. Seperti
contohnya dua kelompok yang dijelaskan pada video dokumenter “Atas
Nama Percaya”, yaitu kelompok Penganut Agama leluhur Marapu di Sumba,
Nusa Tenggara Timur dan kelompok Penghayat Kepercayaan:aliran kebatinan
perjalanan di Subang, Jawa Barat.
Kedua kelompok tersebut memiliki pokok permasalahan yang sama.
Pertama, yaitu mereka mendapatkan tekanan dan diskriminasi dari masyarakat
mayoritas. Kedua, permasalahan kolom agama pada KTP, dan terakhir permasalahan
Pendidikan Agama Leluhur dan Aliran Kebatinan yang masih sulit dilestarikan.
Masyarakat kelompok Penganut Agama Leluhur Marapu seringkali
mendapatkan stigma negatif, seperti dianggap ajaran yang Primitif, Anamis, dan
sesat. Hal itu terjadi karena Negara Indonesia hanya mengakui 6 Agama, yaitu
Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Hal itu juga berlaku bagi
kelompok Penghayat Kepercayaan:aliran kebatinan perjalanan. Mereka pernah
mendapatkan tekanan dan dianggap PKI. Seperti yang diceritakan oleh Timih Hima
Yanti, penganut Aliran Kebatinan Perjalanan, suaminya pernah di todong pistol
dan kakinya diinjak menggunakan kaki meja karena dituduh antek PKI,
karena tidak memiliki agama.
Selain mendapatkan tekanan dan stigma negatif dari masyarakat
mayoritas, kedua kelompok tersebut juga mendapatkan permasalahan dalam
penulisan Agama di kolom KTP.Dikarenakan pemerintah tidak mengakui secara sah
kepercayaan yang mereka anut. Para Penganut Agama leluhur dan penghayat
kepercayaan, memiliki beberapa sikap seperti, mengosongkan agama pada KTP
mereka dan KK, Mengisi agama dengan memilih dari 6 agama yang diakui
pemerintah, mengganti kata agama pada kolom KTP menjadi kepercayaan dan
mengisinya dengan “kepercayaan kepada Tuhan yang maha esa”
Tidak hanya itu, mereka juga dihadapkan pada permasalahan Pendidikan
guna pelestarian kepercayaan dan adat. Pemerintah tidak memberikan Pendidikan
pelestarian kepada kelompok penganut agama leluhur. Berbeda dengan kelompok
Penghayat kepercayaan, yang sudah mendapatkan izin khusus dan Pendidikan untuk
belajar di Pasewakan (Tempat musyawarah dan ibadah mereka). Namun tetap saja
dalam sekolah formal sehari-hari mereka belum mendapatkan ajaran kepercayaan
khusus di sekolah formal. Mereka terpaksa mengikuti pembelajaran agama yang
diakui negara.
Kehidupan Kelompok Masyarakat Penganut Agama Leluhur & Penghayat Kepercayaan
Jika dilihat secara umum, kelompok masyarakat Penghayat
Kepercayaan aliran kebatinan perjalanan memiliki kondisi sosial yang lebih
modern, dibandingkan dengan Penganut Agama Leluhur Marapu. Kelompok Penganut
Agama Leluhur Marapu masih tetap teguh melestarikan tradasi adat mereka. Salah
satu contoh kebiasaan yang dilakukan warga Marapu adalah, berkumpul disebuah
bangunan pendopo untuk menyelesaikan masalah. Seperti contoh pada film
dokumenter tersebut, yang dimana warga Marapu melakukan ritual potong ayam dengan
tujuan mendapatkan petunjuk Marapu terkait permohonan ijin pengambilan gambar
di area Uma Kalada atau rumah besar yang keramat. Untuk memberikan izin kepada
tamu. Melalui ayam yang sudah disembelih dan ususnya yang sudah disembelih,
kehendak Marapu dibaca dan dipahami. Petunjuk Marapu disampaikan oleh rato
(ketua suku) dan dijelaskan bahwa kamera tidak boleh masuk di area Uma Kalada,
hanya gambar dari kejauhan yang boleh diambil.
Berbeda dengan Aliran Kebatinan Perjalanan, mereka memiliki
kondisi sosial yang sudah lebih modern dan sudah berbaur dengan masyarakat
mayoritas. Masyarkakat mayoritas sekitar juga sudah banyak yang menerima
keberadaan kelompok Aliran Kebatinan Perjalanan. Kelompok ini juga memiliki
kepercayaan inti tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan menekankan kehidupan
manusia sebagai perjalanan menuju Tuhan. Ritual mereka adalah praktik
keseharian yang dilandasi dengan kesadaran pada perjalanan menuju Tuhan. Kelompok
Aliran Kebatinan Perjalanan ini biasa melakukan ritual dan pembelajaran di
Pasewakan (Bangunan tempat ibadah mereka). Ritual mereka identik dengan
kesenian, dan dilandasi kepada kesadaran.
Cara Mereka Mempertahankan Ajaran
Kedua kelompok ini memiliki caranya sendiri dalam mempertahankan
ajaran mereka. Kelompok Penganut Agama Leluhur Marapu menggunakan cara
keturunan dalam mempertahankan ajaran mereka. Setiap keluarga diwajibkan
memiliki pewaris agama Marapu, meskipun ada anak-anak mereka yang sudah
berpindah agama, seperti Kristen. Seperti contohnya yang dialami Nono Bani,
rato (kepala suku) Merapu, dimana ia memiliki 9 anak. 7 anaknya sudah dibaptis,
dan tersisa 2 anak yang belum. Maka anaknya yang nomor 9 lah yang akan mewarisi
Merapu.
Aliran Kebatinan Perjalanan memiliki cara yang berbeda. Mereka melestarikan ajaran mereka dengan mengadakan pengajaran di Pasewakan. Mereka juga sudah melakukan rancangan membuat buku pembelajaran khusus untuk para penganutnya, dan sudah bekerjasama dengan Kemendikbud.
Klik di sini untuk menonton video "Atas Nama Percaya".