"Lewa Di Lembata" Review

LATAR BELAKANG

Indonesia, negara dengan keragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan Bahasa. Tidak terkecuali keragaman mata pencaharian. Dalam film dokumenter Lewa Di Lembata, yang diproduksi oleh Watchdoc Image melalui Ekspedisi Indonesia Biru,dijelaskan bagaimana kondisi ekonomi dan peraturan masyarakat desa Lamalera, Pulau Lembata (NTT) 

POKOK PERMASALAHAN

Lewa Di Lembata, film dokumenter berdurasi 42 menit yang menceritakan tentang kehidupan para nelayan pemburu paus dan pari di Desa Lamalera, Pulau Lembata (NTT) dan dengan sistem ekonomi Barter yang masih digunakan di zaman modern yang dimana uang telah ditempatkan di puncak sistem ekonomi.Mata pencaharian masyarakat yang masih bergantung pada hasil alam dan laut, terutama ikan dan mamalia laut yang dilindungi, justru diburu di sini. 

KONDISI MASYARAKAT

Kondisi masyarakat Desa Lamalera, Pulau Lembata (NTT) jika dilihat secara umum masih tertinggal cukup jauh dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Pembangunan infrastrukur yang belum merata tergambar jelas dalam video tersebut. Hal tersebut membuat mereka tertinggal dari daerah lain, khusus nya perkotaan.

Dikarenakan mata pencaharian mereka yang masih tergantung pada hasil alam dan laut, Setiap bulan Mei warga desa Lamalera, memulai musim menangkap ikan atau yang biasa disebut warga yaitu (Lewa).

Hasil tangkapan ikan yang mereka cari dan dapatkan umunya adalah ikan-ikan kecil, paus,hiu, lumba-lumba, atau pari. Tangkapan tersebut nantinya akan mereka komsumsi sendiri ataupun di tukar dipasar(Barter). Tidak hanya dikomsumsi sendiri dan ditukar di pasar, daging juga dibagikan kepada janda,lansia atau yatim piatu, sebagai bagian dari sistem jaminan sosial masyarakat setempat. Selain itu hasil tangkapan ikan juga dibagi rata kepada pemilik kapal atau perahu yang dipakai.

Meskipun barter menjadi sistem ekonomi utama dan paling banyak digunakan masyarakat desa Lamalera, beberapa dari mereka sudah ada yang menerima uang untuk alat transaksi jual beli. Seperti contohnya mas Baso penjual baju. Ia hanya menerima uang untuk alat transaksinya, karena baju yang dia dapatkan dibeli dari Jakarta menggunakan uang, dan tidak mungkin jika dia menerima barter yang diberikan masyarakat untuk alat transaksinya.

Selain itu, mas Baso juga dituntut untuk berpikir keras dalam merencanakan perdagangan. Karena pembelinya yang musiman, disebabkan tidak semua masyarakat selalu memegang uang. Mas Baso harus mencari lokasi dan waktu yang tepat, untuk menjual dagangannya.

Dalam proses transaksi barter dan lingkungan pasar, ada aturan yang harus dipatuhi oleh semua masyarakat. Pertama, setiap masyarakat haruslah membayar pajak kepada pengurus pasar atau mandor pasar. Mereka dapat membayar pajak dengan hasil bumi atau laut yang dimiliki, ataupun dapat membayar dengan uang. Hasil pajak tersebut, nantinya akan dipergunakan kembali untuk kepentingan masyarakat. Seperti membeli terpal salah satunya.

Kedua, mereka tidak boleh melaksanakan proses transaksi barter sebelum waktu yang ditentukan dan sebelum pluit ditiup oleh petugas. Pada pasar pertama yang ditunjukkan oleh film tersebut, mereka hanya boleh melaksanakan barter pada pukul 11.00 Wita, sesudah pluit ditiup. Lalu pada pasar kedua, mereka hanya boleh melaksanakan barter pada pukul 09.30 Wita, sesudah pluit ditiup.

PEMECAHAN MASALAH

Meskipun warga desa Lamalera sering melakukan penangkapan ikan laut dan mamalia laut yang dilindungi seperti halnya hiu dan paus setiap tahunnya. Mereka tidak merasa bahwa ada penurunan jumlah ikan dan mamalia. Mereka juga tidak merasa jika hasil tangkapan mereka menurun jumlahnya dari tahun ke tahun. Warga desa merasa bahwa ikan dan mamalia yang ada di laut mereka selalu ada.

Ternyata, hal yang menyebabkan terjaganya ekosistem laut adalah, karena masyarakat menerapkan sebuah aturan yang dimana, hanya pada musim tertentu masyarakat boleh mencari ikan. Selain itu masyarakat juga menerapkan aturan pembatasan penggunaan mesin dalam penangkapan ikan, sehingga ekosistem laut mereka juga terjaga. Selain itu, kondisi geografis mereka juga sangat bagus, sehingga kekayaan alam dan laut sangat melimpah.

Selain adanya aturan dalam menjaga ekosistem. Warga desa Lamalera juga sadar betul akan jumlah ikan yang dapat habis. Dari zaman dulu, mereka hanya menangkap ikan secukupnya, agar anak dan cucu mereka juga dapat menikmati hasil alam dan laut mereka. Cara tersebut terbukti ampuh. Data menyebutkan bahwa, Dalam 50 tahun, nelayan Lamalera hanya membunuh 1.000 ekor paus. Sedangkan perburuan paus dunia, pernah mencapai 3000 ekor per tahun

Selanjutnya mengenai sistem barter yang masih berlaku di masyarakat. Seharusnya pemerintah lebih sadar akan kekurangan yang dimiliki desa Lamalera. Pembangunan infrastruktur perlu ditingkatkan, guna memajukan kondisi sosial masyarakat desa Lamalera. Sehingga penggunaan mata uang sebagai alat transaksi utama dapat berfungsi dengan baik. Jika penggunaan uang sebagai alat transaksi sudah digunakan menyeluruh, maka akan berdampak positif terhadap pendapatan negara.

Klik di sini untuk menonton video "Lewa Di Lembata"

Ahmad Iqbal

Aku tidak sebaik yang kamu pikirkan, dan aku tidak seburuk yang kamu bayangkan.

Post a Comment

PERHATIAN !!
1) Gunakan kata-kata yang sopan dan baik.
2) Mohon untuk tidak komentar yang saling mengejek,dilarang SARA dan RASIS.
3) Dilarang Comment Link Aktif.
4) Komentar buruk anda akan dihapus jika melanggar ketentuan di atas.

Previous Post Next Post