Dalam studi Hubungan Internasional (HI), pemahaman
tentang sistem internasional merupakan aspek fundamental yang menjelaskan
bagaimana negara-negara dan aktor lain di dunia berinteraksi. Sistem ini
mencakup keseluruhan dinamika antara aktor-aktor di panggung global, mulai dari
negara-negara berdaulat hingga organisasi internasional, perusahaan
multinasional, hingga kelompok-kelompok non-pemerintah.
1. Realisme: Sistem Internasional Sebagai Arena Kompetisi Kekuatan
Realisme merupakan salah satu teori utama dalam Hubungan
Internasional yang berfokus pada sifat anarkis dari sistem internasional.
Menurut kaum realis, tidak ada otoritas pusat yang mengatur hubungan
antarnegara, sehingga negara-negara harus bergantung pada diri mereka sendiri
untuk menjaga keamanan dan kelangsungan hidup. Dalam pandangan ini, sistem
internasional adalah arena di mana negara-negara terus bersaing demi kekuatan
dan pengaruh. Setiap negara dipandang sebagai aktor yang rasional dan berusaha
semaksimal mungkin meningkatkan kekuatannya demi mengamankan posisi dalam
lingkungan yang tidak dapat diprediksi ini.
Dalam konteks realisme, konsep balance of power menjadi
penting. Negara-negara cenderung membentuk aliansi atau memperkuat militer
mereka untuk menyeimbangkan kekuatan negara lain, mencegah satu negara atau
koalisi mendominasi sistem internasional. Perang, konflik, dan aliansi adalah
bagian tak terelakkan dari sistem ini, karena keamanan tidak pernah sepenuhnya
terjamin.
2. Liberalisme: Sistem Internasional yang Diwarnai Kerja Sama
Berbeda dengan kaum realis, liberalisme melihat sistem
internasional bukan hanya sebagai arena kompetisi, tetapi juga sebagai peluang
untuk kerja sama. Dalam pandangan ini, negara-negara tidak hanya termotivasi
oleh keamanan dan kekuatan, tetapi juga oleh keuntungan yang dapat diperoleh
melalui interaksi yang damai dan kolaboratif.
Dalam konteks ini, institusi internasional seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), atau Uni
Eropa memainkan peran penting dalam memfasilitasi kerja sama antarnegara.
Institusi-institusi ini membantu menciptakan aturan dan norma yang mengurangi
ketidakpastian dalam hubungan internasional dan mendorong dialog serta kerja
sama dalam berbagai isu seperti perdagangan, keamanan, dan lingkungan.
Liberalisme juga menekankan pada interdependensi ekonomi.
Hubungan ekonomi yang saling bergantung antara negara-negara dianggap
menciptakan insentif untuk menghindari konflik, karena perang dapat merusak
keuntungan ekonomi yang dihasilkan dari perdagangan dan investasi
internasional.
3. Konstruktivisme: Sistem Internasional yang Dibentuk oleh Norma dan Identitas
Sementara realisme dan liberalisme berfokus pada materi,
seperti kekuatan militer dan keuntungan ekonomi, konstruktivisme menekankan
pentingnya norma, nilai, dan identitas dalam membentuk sistem internasional.
Dalam pandangan ini, sistem internasional bukan hanya struktur fisik yang
anarkis atau tempat kerja sama ekonomi, tetapi juga merupakan hasil dari
bagaimana negara-negara memahami diri mereka sendiri dan hubungan mereka dengan
negara lain.
Menurut konstruktivisme, norma-norma internasional dan
persepsi tentang identitas memainkan peran penting dalam menentukan perilaku
negara. Misalnya, norma anti-proliferasi nuklir bukan hanya tentang ketakutan
terhadap dampak senjata nuklir, tetapi juga tentang norma internasional yang
berkembang bahwa senjata nuklir tidak dapat diterima.
Konstruktivis berargumen bahwa negara-negara berperilaku
sesuai dengan norma-norma dan ide yang mereka yakini penting. Misalnya,
hubungan antarnegara dapat dipengaruhi oleh persepsi budaya, sejarah, dan
ideologi yang mereka miliki, dan bukan hanya oleh kepentingan materi mereka.
4. Teori Marxis dan Neo-Marxis: Sistem Internasional yang Eksploitatif
Teori Marxis melihat sistem internasional dari sudut pandang
ekonomi global dan mengkritik dinamika kapitalisme sebagai sumber ketidakadilan
dan ketidaksetaraan di antara negara-negara. Dalam pandangan Marxis, hubungan
internasional bukanlah sekadar hubungan politik atau militer, tetapi juga
hubungan ekonomi yang didominasi oleh eksploitasi kelas dan negara.
Dalam sistem internasional yang dipandang dari perspektif
Marxis, negara-negara kaya dan maju (sering disebut Global Utara)
mengeksploitasi sumber daya dan tenaga kerja negara-negara miskin dan
berkembang (Global Selatan). Hubungan ini mencerminkan ketimpangan yang melekat
dalam kapitalisme global, di mana negara-negara kuat memaksakan struktur
ekonomi yang memperkuat posisi mereka di puncak hierarki ekonomi global.
Neo-Marxisme menambahkan bahwa imperialisme dan kolonialisme adalah manifestasi
dari hubungan eksploitatif ini.
5. Neo-Realisme (Realisme Struktural): Fokus pada Struktur Sistem Internasional
Neo-realisme, atau realisme struktural, mengembangkan
realisme klasik dengan menekankan pada pentingnya struktur internasional yang
anarkis dalam mempengaruhi perilaku negara. Dalam pandangan ini, distribusi
kekuatan dalam sistem internasional adalah faktor utama yang menentukan
bagaimana negara berperilaku. Negara-negara berusaha bertahan hidup dalam
sistem yang anarkis dengan menyesuaikan diri pada posisi mereka dalam hierarki
kekuatan.
Neo-realis berfokus pada distribusi kekuatan dalam sistem
internasional, apakah itu unipolar, bipolar, atau multipolar. Misalnya, selama
Perang Dingin, sistem internasional dipandang sebagai sistem bipolar yang
relatif stabil karena keseimbangan kekuatan antara dua negara adidaya, Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Dalam konteks unipolar setelah Perang Dingin, dengan
dominasi Amerika Serikat, neo-realisme melihat ketidakstabilan dan
ketidakpastian yang lebih besar.
6. Neo-Liberalisme (Institusionalisme): Institusi sebagai Solusi untuk Anarki
Sementara neo-realisme menekankan pada struktur anarkis,
neo-liberalisme atau institusionalisme percaya bahwa meskipun sistem
internasional anarkis, negara-negara dapat membangun institusi internasional
yang mengurangi dampak negatif dari anarki. Institusi internasional membantu
menciptakan aturan-aturan dan norma-norma yang memungkinkan negara-negara untuk
bekerja sama dengan lebih baik meskipun tidak ada otoritas dunia yang mengatur.
Institusionalis berpendapat bahwa institusi internasional
memfasilitasi kerja sama dengan mengurangi ketidakpastian, memberikan
informasi, serta menciptakan forum untuk negosiasi dan penyelesaian sengketa.
Dengan cara ini, institusi dapat membantu negara-negara mengatasi masalah
"dilema keamanan" yang diidentifikasi oleh kaum realis.
Mengapa Penting untuk Ditelaah?
Mengapa isu keamanan penting bagi cendekia Hubungan
Internasional (HI) untuk ditelaah? Karena tidak adanya kedaulatan dunia atas
bangsa-bangsa, maka ancaman sering terjadi pada sektor keamanan. Mereka
(Negara) yang memiliki power lebih kuat, dapat mendominasi dan mempengaruhi
negara yang lebih lemah dalam berbagai sektor bidang, salah satunya adalah
ancaman dalam bidang militer seperti invasi militer. Bahkan jika sebuah negara
tersebut tidak memiliki kedaulatan yang kuat, dapat diperlakukan seperti budak
dengan melakukan apa yang negara lain inginkan.
Maka dari itulah isu keamanan penting untuk ditelaah cendikia HI, seperti menganalisis bagaimana sikap suatu negara atau kebijakan luar negeri suatu negara.