Sekilas Tentang Hubungan Bilateral Indonesia Dan Australia
Hubungan diplomatik antara Australia dan Indonesia sudah terjalin selama 73 tahun, sejak tahun 1949 hingga saat ini tahun 2022. Jika dilihat secara historis hubungan diplomatik kedua negara tidak selalu berjalan harmonis atau kerap kali terjadi pasang surut. Seperti permasalahan Irian barat tahun 1950, Timor Leste tahun 1999, hingga permasalahan kasus Bali Nine tahun 2005 yang mana pada kasus ini Australia sempat menarik kedutaan besarnya dari Indonesia. Namun terlepas dari itu semua, nyatanya hubungan kedua negara dapat dikatakan seperti adik kakak yang saling terikat, karena memang pada dasarnya kedua negara saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain. Hal ini dibuktikan dengan terjalinnya berbagai kerja sama bilateral di berbagai sektor seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya, teknologi dan pertahanan
Disepakatinya Lombok Treaty
Pasca terjadinya tragedi nine eleven pada tahun 2001 di Amerika Serikat, tingkat kekhawatiran terhadap terorisme semakin tinggi di berbagai negara, khususnya bagi negara yang merupakan sekutu dekat Amerika Serikat seperti Australia. Kekhawatiran tersebut terbukti dengan terjadinya berbagai insiden terorisme di tahun berikutnya yang targetnya merupakan warga negara Australia seperti insiden Bom Bali 1 pada tanggal 12 Oktober 2002, Bom di Hotel JW Marriot pada tanggal 5 Agustus 2003, Bom bali 2 pada tanggal 1 Oktober 2005, hingga Bom di depan kedutaan besar Australia pada tanggal 9 September 2004.
Dengan tingginya tingkat ancaman non-tradisional seperti terorisme,
maka Australia dan Indonesia memiliki komitmen yang sama dan sepakat untuk
membuat perjanjian Lombok Treaty pada tanggal 13 November 2006 di
Mataram, Lombok. Perjanjian yang telah lahir ini bertujuan untuk mengatasi
permasalahan non-tradisional dengan terdiri dari 10 pasal kerja sama.
Perjanjian ini juga selaras dengan pidato presiden Indonesia pada saat itu yaitu
Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat satu tahun pasca terjadinya tragedi bom
bali pertama. SBY mengatakan bahwa “Kedua negara perlu meningkatkan kemampuan
untuk mengatasi ancaman keamanan baik itu bersifat tradisional maupun
non-tradisional.”, (Hakim, 2010).
Lombok Treaty Sebagai Bentuk Defense Diplomacy
“Defense Diplomacy” adalah penggunaan atau pemanfaatan kekuatan militer tanpa kekerasan dengan tujuan mengadaptasi diplomasi publik melalui kegiatan seperti pertukaran perwira, program pelatihan gabungan, pertukaran budaya, dan kunjungan kapal, untuk memajukan hubungan diplomatik suatu negara dan mempromosikan agenda Internasionalnya. Dalam hal ini Lombok Treaty juga menerapkannya yaitu pada pasal 3 ayat 2 dan 3 yang bernama “Areas And Forms Of Cooperation”, isi kedua ayat tersebut yaitu:
- Promosi pengembangan dan peningkatan kapasitas lembaga pertahanan dan angkatan bersenjata kedua pihak termasuk melalui pendidikan dan pelatihan militer, latihan, kunjungan studi dan pertukaran, penerapan metode ilmiah untuk mendukung pengembangan dan manajemen kapasitas dan kegiatan terkait lainnya yang saling menguntungkan
- Memfasilitasi kerjasama di bidang teknologi dan kemampuan pertahanan yang saling menguntungkan, termasuk desain bersama, pengembangan, produksi, pemasaran dan alih teknologi serta pengembangan proyek bersama yang disepakati bersama.
Kepentingan Nasional Indonesia dan Australia
Disepakatinya perjanjian Lombok Treaty, merupakan bukti
komitmen kedua negara dalam mengatasi berbagai tragedi yang sudah terjadi dan
ancaman kedepannya, dengan hadirnya 10 pasal yang menjadi bukti komitmen kedua
negara dalam perjanjian ini. Namun di dalam 10 pasal tersebut dapat dianalisis
bahwa terdapat kepentingan nasional yang berbeda dari Australia dan Indonesia.
- Kepentingan Nasional Australia
Kepentingan Nasional Australia dapat dilihat pada pasal 3 ayat 5
yang berbunyi “Kerjasama untuk membangun kapasitas aparat penegak hukum
untuk mencegah, menanggapi dan menyelidiki kejahatan transnasional”.
Melalui ayat ini dapat dianalisis bahwa kepentingan nasional Australia lebih
besar dibandingkan dengan Indonesia. Hal itu dikarenakan terjadi masifnya penyeludupan
manusia dari Indonesia dan Pasifik, yang mana pendatang gelap tersebut justru
banyak berasal dari Timur Tengah dan Asia Selatan.
Selanjutnya jika dianalisis pada pasal 3 ayat 12, Australia juga
memiliki kepentingan nasional, pasal tersebut berbunyi “Kerjasama dan
pertukaran informasi dan intelijen tentang masalah keamanan antara lembaga dan
badan terkait, sesuai dengan undang-undang nasional masing-masing dan dalam
batas tanggung jawab mereka.”. Dalam hal ini Australia mendapat keuntungan
karena pertukaran informasi dan intelijen menjadi lebih mudah. Terjadinya
pertukaran informasi tersebut membuka jalan untuk Australia dengan mudah dapat
mengukur kekuatan pertahanan Indonesia.
- Kepentingan Nasional Indonesia
Pasal yang sangat krusial di dalam Lombok Treaty adalah
pasal 2 ayat 2 yang berbunyi “Saling menghormati dan mendukung kedaulatan,
keutuhan wilayah, persatuan nasional dan kemerdekaan politik satu sama lain,
serta tidak saling mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain”. Dalam
hal ini Indonesia mendapatkan keuntungan dan dapat mencapai kepentingan
nasionalnya, karena jika dilihat secara historis kasus lepasnya Timor Timur dan
juga gerakan Papua Merdeka tidak terlepas dari intervensi Australia. Maka dari
itu dengan lahirnya pasal ini maka seharusnya Indonesia dapat dengan leluasa
untuk mengatasi masalah separatisme yang dihadapi tanpa intervensi dari
Australia.
Kepentingan Nasional Indonesia lainnya dapat di lihat dalam pasal 3
ayat 2 yang berbunyi “Promosi pengembangan dan peningkatan kapasitas lembaga
pertahanan dan angkatan bersenjata kedua Pihak termasuk melalui pendidikan dan
pelatihan militer, latihan, kunjungan studi dan pertukaran, penerapan metode
ilmiah untuk mendukung pengembangan dan manajemen kapasitas dan kegiatan
terkait lainnya yang saling menguntungkan”. Pada ayat ini Indonesia
mendapatkan keuntungan karena dapat melakukan latihan militer bersama dengan
Australia yang notabene memiliki kekuatan militer yang lebih kuat dan peralatan
yang lebih canggih.
Inkonsistensi Pelaksanaan Lombok Treaty
Perjanjian Lombok Treaty yang sudah disepakati oleh
Australia dan Indonesia seharusnya dilaksanakan dan dipatuhi secara konsisten
oleh kedua negara tersebut. Sayangnya cita-cita itu ternodai dengan tragedi penyadapan
oleh Australia terhadap Indonesia pada tahun 2009, yang mana pada saat itu
telepon seluler Presiden SBY dan para pejabatnya berhasil disadap. Penyadapan
itu terungkap pada tahun 2013 berkat informasi yang diperoleh dari Edward
Snowden yang merupakan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika
Serikat.
Penyadapan yang dilakukan Australia itu menunjukkan bagaimana telah
terjadi inkonsistensi terhadap perjanjian yang sudah dibuat, dan menodai
perjanjian pada pasal 2 ayat 2. Akibat inkonsistensi tersebut, hubungan
diplomatik antara Australia dan Indonesia menurun hingga titik terendah. Tidak
lama setelah peristiwa itu terjadi Indonesia langsung memanggil pulang Duta
Besar Najib Riphat Kesuma yang ditempatkan di Australia. Upaya ini dilakukan
Indonesia sebagai bentuk protes terhadap tindakan Australia.
Disepakatinya Code Of Conduct
Tampaknya kedua negara memang tidak ingin hubungan diplomatik yang sudah mencapai titik terendah berlangsung hingga waktu yang lama. Satu tahun setelah peristiwa penyadapan tahun 2013 terbongkar, di tahun berikutnya yaitu pada tanggal 28 Agustus 2014 terciptalah sebuah kode etik atau “Code Of Conduct”. Kode etik ini dibuat dengan tujuan agar tiap negara tidak akan melakukan intervensi permasalahan domestik seperti menggunakan sumber daya intelijen atau peralatan penyadapan lainnya yang dapat merugikan masing-masing pihak. Adapun beberapa poin komitmen yang diperkuat kembali adalah:
- Menegaskan kembali dan sesuai dengan perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia tentang kerangka kerja sama keamanan 13 November 2006 ("Lombok Treaty");
- Membangun tujuan dan prinsip yang diabadikan dalam Pasal 1 dan 2 dari Lombok Treaty;
- Menegaskan kembali juga tujuan dan prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
- Menegaskan lebih lanjut hak asasi manusia dan kebebasan mendasar yang diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan perjanjian hak asasi manusia internasional yang relevan
Selain beberapa poin komitmen yang diperkuat tersebut, telah disepakati
kode etik yang menjadi upaya mengatasi permasalahan ini yaitu:
- Para pihak (Australia dan Indonesia) tidak akan menggunakan intelijen mereka, termasuk kapasitas pengawasan, atau sumber daya lainnya, dengan cara yang akan merugikan kepentingan para Pihak.
- Para pihak (Australia dan Indonesia) akan mempromosikan kerja sama intelijen antara lembaga dan badan terkait sesuai dengan hukum dan peraturan nasional masing-masing.
Disepakatinya kode etik oleh kedua belah pihak pada tahun 2014
tersebut menandai terciptanya normalisasi kembali hubungan diplomatik antara
Australia dan Indonesia.
Efektivitas Kesepakatan Code Of Conduct
Disepakatinya kode etik oleh kedua negara memang terbukti berhasil
mengatasi permasalahan yang terjadi, namun bukan berarti menghilangkan
kemungkinan terjadinya kembali masalah yang serupa. Indonesia merupakan negara
terbesar di Asia Tenggara dan juga letak geografisnya yang berada di sebelah
utara Australia membuatnya bagaikan benteng bagi Australia. Dengan kedekatan
tersebut tentu sikap Indonesia terhadap suatu isu juga dapat mempengaruhi
keadaan atau memicu respon dari Australia.
Maka dari itu Indonesia harus waspada dengan berbagai kemungkinan
masalah yang terjadi kedepannya, khususnya dalam permasalahan separatis di
Papua yang hingga hari ini belum usai. Australia memiliki potensi kembali untuk
melakukan berbagai intervensi ke dalam permasalahan tersebut kedepannya,
mengingat secara historis Australia pernah menolak klaim Indonesia atas Irian
barat pada kasus sengketa tahun 1950-1962.
Penutup
Sektor keamanan merupakan sebuah hal krusial yang harus
diperhatikan bagi setiap negara dalam melakuan hubungan diplomatik. Keamanan
nasional haruslah menjadi fokus utama dalam setiap perjanjian yang dibuat.
Seperti halnya Lombok Treaty, perjanjian ini memberikan benefit bagi
Australia maupun Indonesia. Kedua negara juga memiliki kepentingan nasional
masing-masing di dalamnya. Namun yang perlu digaris bawahi adalah dalam
dinamikanya ternyata terdapat inkonsistensi khususnya bagi pihak Australia.
Sedangkan bagi pihak Indonesia terdapat kelemahan keamanan sehingga penyadapan
dapat terjadi. Tentu terjadinya hal seperti merupakan sebuah bukti bahwa
Australia memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap Indonesia, dan bukan
hal mustahil di suatu waktu permasalahan serupa dapat terjadi kembali.
Referensi
Muniruzzaman (2020). Defence Diplomacy: A Powerful Tool of
Statecraft. CLAWS Journal. 63.
Noviayu Rachti. (2018). Analisis Kepatuhan Pemerintah Indonesia
Terhadap Kerangka Kerjasama Lombok Treaty Dalam Penanganan Penyelundupan
Imigran Di Wilayah Indonesia. Journal of International Relations, (4).
Rastra Taruna (2016). Kerjasama Keamanan: Studi Kasus Traktat
Lombok antara Indonesia dan Australia. Jurnal Hubungan Internasional, (1),
101-105.
Wangke Humphrey (2014). Efektivitas Kesepakatan Code Of Conduct
Indonesia-Australia. Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini DPR RI, (6),
5-8.
Quinlan Gary (2019). Australia and Indonesia. Diakses pada
28 Juni 2022, dari https://indonesia.embassy.gov.au/jakt/AR19_003.html
Department of Foreign Affairs and Trade Australia. Agreement
Between the Republic of Indonesia and Australia on the Framework for Security
Cooperation. Diakses pada 28 Juni 2022, dari https://www.dfat.gov.au/geo/indonesia/agreement-between-the-republic-of-indonesia-and-australia-on-the-framework-for-security-cooperation
Australian Treaty Series. Agreement Between Australia And The
Republic Of Indonesia On The Framework For Security Cooperation. Diakses
pada 28 Juni 2022, dari http://www.austlii.edu.au/au/other/dfat/treaties/ATS/2008/3.html
Department of Foreign Affairs and Trade Australia. Joint Understanding
on a code of conduct between the Republic of Indonesia and Australia in
implementation of the agreement between the Republic of Indonesia and Australia
on the Framework for Security Cooperation ("The Lombok Treaty").
Diakses pada 29 Juni 2022, dari https://www.dfat.gov.au/geo/indonesia/code-of-conduct-indonesia-and-australia-on-the-framework-for-security-cooperation
Efri, NP. (2013). Menlu Tarik Dubes Indonesia di Australia.
Diakses pada 29 Juni 2022, dari https://nasional.tempo.co/read/530578/menlu-tarik-dubes-indonesia-di-australia