Sejarah Singkat Hubungan Indonesia dengan Australia

Hubungan antara Indonesia dan Australia telah berkembang selama beberapa dekade dan dipengaruhi oleh berbagai faktor historis, politik, ekonomi, serta sosial-budaya. 

Walaupun kedua negara bertetangga, hubungan ini tidak selalu berjalan mulus. Terdapat masa-masa kerjasama yang erat, namun juga ketegangan dan perselisihan. 

Artikel ini akan membahas sejarah hubungan kedua negara dari periode awal interaksi hingga era modern, mencakup dinamika yang mempengaruhi kemitraan tersebut.

Awal Interaksi Pra-Kolonial dan Kolonial

Hubungan antara wilayah Indonesia dan Australia telah terjalin bahkan sebelum kedatangan kolonial Eropa. Para nelayan Makassar dari Sulawesi tercatat telah berlayar ke utara Australia sejak abad ke-17 untuk menangkap teripang, komoditas berharga yang diperdagangkan dengan Tiongkok. Interaksi ini merupakan bentuk hubungan ekonomi dan budaya pertama antara kedua wilayah. Nelayan Makassar tinggal sementara di wilayah pesisir Australia Utara selama beberapa bulan setiap tahun dan melakukan kontak dengan suku Aborigin.

Pada abad ke-18, kolonialisme Eropa memperkenalkan dinamika baru. Saat Inggris menguasai Australia dan Belanda mendominasi Nusantara, kedua wilayah dipisahkan oleh batas kolonial dan kekuasaan politik yang berbeda. Walaupun demikian, hubungan informal antara individu dan kelompok dari kedua wilayah tetap berlangsung, terutama dalam bentuk perdagangan kecil-kecilan.

Periode Kemerdekaan Indonesia (1945–1949)

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Australia memainkan peran penting dalam proses pengakuan internasional terhadap Republik Indonesia. Pemerintah Australia, terutama melalui serikat buruh (Australian Waterside Workers' Federation), mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan melakukan blokade terhadap kapal-kapal Belanda yang hendak membawa pasokan militer ke Indonesia. Aksi ini dikenal sebagai “Black Armada,” yang menunjukkan dukungan moral dan solidaritas dari kalangan pekerja Australia.

Selain itu, Australia menjadi salah satu negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto. Peran Australia dalam mediasi antara Belanda dan Indonesia di bawah PBB juga menandai awal hubungan diplomatik resmi antara kedua negara setelah Indonesia meraih kemerdekaan penuh pada 1949.

Perang Dingin dan Dinamika Politik Regional (1950–1965)

Pada periode awal kemerdekaan, hubungan Indonesia dan Australia berkembang dalam konteks Perang Dingin. Australia, sebagai bagian dari blok Barat, merasa perlu menjaga hubungan dengan Indonesia agar tidak jatuh ke pengaruh komunis. Namun, hubungan ini tidak selalu harmonis. Ketegangan muncul ketika Indonesia mengadopsi sikap anti-imperialisme di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno, yang mencurigai keterlibatan negara-negara Barat, termasuk Australia, dalam berbagai agenda politik di Asia Tenggara.

Peristiwa Konfrontasi (1963–1966) antara Indonesia dan Malaysia semakin memperburuk hubungan kedua negara. Australia, yang mendukung Malaysia secara politik dan militer, memandang Konfrontasi sebagai ancaman bagi stabilitas kawasan. Hubungan bilateral menjadi tegang, dan kedua negara memandang satu sama lain dengan kecurigaan.

Era Orde Baru dan Normalisasi Hubungan (1966–1998)

Setelah Presiden Suharto berkuasa pada 1966, hubungan Indonesia dan Australia mulai membaik. Pemerintah Orde Baru yang mengadopsi kebijakan pro-Barat dan fokus pada stabilitas serta pembangunan ekonomi membuka peluang kerjasama baru. Pada dekade 1970-an dan 1980-an, Australia dan Indonesia mulai memperkuat hubungan diplomatik dan ekonomi.

Salah satu tonggak penting adalah penandatanganan Treaty of Lombok pada tahun 1976, yang bertujuan untuk memperkuat keamanan kawasan dan meningkatkan kerjasama bilateral. Kerjasama ekonomi, terutama di bidang perdagangan dan investasi, juga meningkat pesat selama era Orde Baru. Indonesia menjadi salah satu mitra dagang penting bagi Australia, terutama dalam komoditas energi dan pertanian.

Namun, terdapat ketegangan terkait masalah hak asasi manusia, khususnya dalam kasus Timor Timur. Australia semula mendukung kebijakan Indonesia terhadap wilayah tersebut, tetapi pada akhir 1990-an, tekanan dari masyarakat sipil Australia memaksa pemerintah untuk mengubah sikapnya.

Reformasi dan Dinamika Pasca-Timor Timur (1999–2004)

Krisis politik dan ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997–1998 membawa perubahan besar dalam hubungan bilateral. Setelah jatuhnya Suharto, Timor Timur memilih merdeka melalui referendum pada 1999, dan peran Australia dalam intervensi militer melalui pasukan penjaga perdamaian PBB (INTERFET) menimbulkan ketegangan serius. Pemerintah Indonesia memandang keterlibatan Australia sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan.

Meskipun hubungan sempat memburuk, kedua negara berusaha memperbaiki hubungan di awal 2000-an. Australia memberikan bantuan besar bagi pemulihan ekonomi Indonesia setelah krisis 1998 dan berperan aktif dalam upaya kemanusiaan pasca tsunami Aceh pada 2004. Kerjasama dalam penanganan bencana ini menjadi momentum untuk merajut kembali hubungan bilateral.

Kerjasama di Bidang Keamanan dan Ekonomi (2005–2010)

Pada pertengahan 2000-an, hubungan Indonesia dan Australia semakin erat dengan fokus pada isu-isu keamanan dan pemberantasan terorisme. Setelah peristiwa bom Bali 2002 dan 2005, kedua negara meningkatkan kerjasama dalam penanggulangan terorisme melalui pertukaran informasi intelijen dan pelatihan keamanan.

Selain isu keamanan, hubungan ekonomi juga mengalami kemajuan. Kedua negara memperkuat kemitraan di bawah kerangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) dan berbagai perjanjian bilateral. Australia menjadi mitra penting bagi Indonesia dalam sektor pendidikan dan pariwisata, dengan banyak mahasiswa Indonesia melanjutkan studi di Australia.

Tantangan dan Peluang di Era Kontemporer (2011–sekarang)

Hubungan Indonesia dan Australia terus berkembang di tengah tantangan global dan regional. Pada 2018, kedua negara menandatangani Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), yang bertujuan untuk memperluas kerjasama perdagangan dan investasi. Perjanjian ini mencerminkan komitmen kedua negara untuk memperdalam hubungan ekonomi.

Namun, hubungan tidak selalu mulus. Beberapa insiden seperti kasus penyadapan pejabat Indonesia oleh intelijen Australia pada 2013 dan kebijakan penanganan pencari suaka memicu ketegangan diplomatik. Meskipun demikian, kedua negara berusaha mengatasi perbedaan dengan dialog dan kerjasama strategis.

Pada masa pandemi COVID-19, Indonesia dan Australia memperkuat kerjasama di bidang kesehatan dan pemulihan ekonomi. Selain itu, kedua negara juga bekerja sama dalam isu-isu lingkungan dan perubahan iklim, yang menjadi perhatian utama dalam hubungan global saat ini.

Ahmad Iqbal

Aku tidak sebaik yang kamu pikirkan, dan aku tidak seburuk yang kamu bayangkan.

Post a Comment

PERHATIAN !!
1) Gunakan kata-kata yang sopan dan baik.
2) Mohon untuk tidak komentar yang saling mengejek,dilarang SARA dan RASIS.
3) Dilarang Comment Link Aktif.
4) Komentar buruk anda akan dihapus jika melanggar ketentuan di atas.

Previous Post Next Post